Kitab kuning adalah istilah yang disematkan pada kitab-kitab
berbahasa Arab, yang biasa digunakan di banyak pesantren sebagai bahan
pelajaran. Dinamakan kitab kuning karena kertasnya berwarna kuning.
Sebenarnya
warna kuning itu hanya kebetulan saja, lantaran dahulu barangkali belum
ada jenis kertas seperti zaman sekarang yang putih warnanya. Mungkin di
masa lalu yang tersedia memang itu saja. Juga dicetak dengan alat cetak
sederhana, dengan tata letak lay-out yang monoton, kaku dan cenderung
kurang nyaman dibaca. Bahkan kitab-kitab itu seringkali tidak dijilid,
melainkan hanya dilipat saja dan diberi cover dengan kertas yang lebih
tebal.
Namun untuk masanya, kitab kuning itu sudah sangat bagus, ketimbang tulisan tangan dari naskah aslinya.
Sampai
hari ini sebenarnya kitab kuning masih ada dijual di toko-toko kitab
tertentu. Sebab pangsa pasarnya pun masih ada, meski sudah jauh
berkurang dengan masa lalu. Yang menarik, harganya pun sangat bersaing.
Bayangkan, kitab-kitab itu hanya dijual dengan harga Rp 5.000-an saja
hingga Rp 10.000, tergantung ketebalannya. Padahal isinya tidak kurang
ilmiyah dan bagus dari buku-buku mahal yang berharga jutaan. Kalau
dibandingkan dengan cetakan modern, uang segitu hanya bisa buat beli
buku saku tipis sekali.
Adapun dari sisi materi yang termuat di
dalam kitab kuning itu, sebenarnya sangat beragam. Mulai dari masalah
aqidah, tata bahasa Arab, ilmu tafsir, ilmu hadits, imu ushul fiqih,
ilmu fiqih, ilmu sastra bahkan sampai cerita dan hikayat yang tercampur
dengan dongeng. Keragaman materi kitab kuning sesungguhnya sama dengan
keragaman buku-buku terbitan modern sekarang ini.
Secara umum,
keberadaan kitab-kitab ini sesungguhnya merupakan hasil karya ilmiyah
para ulama di masa lalu. Salah satunya adalah kitab fiqih, yang
merupakan hasil kodifikasi dan istimbath hukum yang bersumber dari
Al-Quran dan As-Sunnah. Para santri dan pelajar yang ingin mendalami
ilmu fiqih, tentu perlu merujuk kepada literatur yang mengupas ilmu
fiqih. Dan kitab kuning itu, sebagiannya, berbicara tentang ilmu fiqih.
Sedangkan
ilmu fiqih adalah ilmu yang sangat vital untuk mengambil kesimpulan
hukum dari dua sumber asli ajaran Islam. Boleh dibilang bahwa tanpa ilmu
fiqih, maka manfaat Al-Quran dan As-Sunnah menjadi hilang. Sebab
manusia bisa dengan seenaknya membuat hukum dan agama sendiri, lalu
mengklaim suatu ayat atau hadits sebagai landasannya.
Padahal
terhadap Al-Qurandan Al-Hadits itu kita tidak boleh asal kutip
seenaknya. Harus ad kaidah-kaidah tertentu yang dijadikan pedoman. Kalau
semua orang bisa seenaknya mengutip ayat Quran dan hadits, lalu
kesimpulan hukumnya bisa ditarik kesana kemari seperti karet yang melar,
maka bubarlah agama ini. Paham sesat seperti liberalisme, sekulerisme,
kapitalisme, komunisme, bahkan atheisme sekalipun, bisa dengan seenak
dengkulnya mengutip ayat dan hadits.
Maka ilmu fiqihadalah
benteng yang melindungi kedua sumber ajaran Islam itu dari pemalsuan dan
penyelewengan makna dan kesimpulan hukum yang dilakukan oleh
orang-orang jahat. Untuk itu setiap muslim wajib hukumnya belajar ilmu
fiqih, agar tidak jatuh ke jurang yang menganga dan gelap serta
menyesatkan.
Salah satu media untuk mempelajari ilmu fiqih adalah
dengan kitab kuning. Sehingga tidak benar kalau dikatakan bahwa kitab
kuning itu menyaingi kedudukan Al-Quran. Tuduhan serendah itu hanya
datang dari mereka yang kurang memahami duduk masalahnya.
Namun
bukan sebuah jaminan bahwa semua kitab kuning itu berisi ilmu-ilmu
syariah yang benar. Terkadang dalam satu dua kasus, kita menemukan juga
buku-buku yang kurang baik yang ditulis dengan format kitab kuning.
Misalnya buku tentang mujarrobat, atau buku tentang ramalan, atau
tentang doa-doa amalan yang tidak bersumber dari sunnah yang shahih,
atau cerita-cerita bohong yang bersumber dari kisah-kisah bani Israil ,
juga ditulis dalam format kitab kuning.
Jenis kitab kuning yang
seperti ini tentu tidak bisa dikatakan sebagai bagian dari ilmu-ilmu
keIslaman yang benar. Dan kita harus cerdas membedakan matreri yang
tertuang di dalam media yang sekilas mungkin sama-sama sebagai kitab
kuning. Dan pada hakikatnya, kitab kuning itu hanyalah sebuah jenis
pencetakan buku, bukan sebuah kepastian berisi ilmu-ilmu agama yang
shahih. Sehingga kita tidak bisa menggeneralisir penilaian kita tentang
kitab kuning itu, kecuail setelah kita bedah isi kandungan materi yang
tertulis di dalamnya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar